Mobile & Wireless is an Independent Blog Concerning Various Information, My Thoughts, Ideas, and Sometime Critics on ICT, Internet, Mobile, Wireless, and Data Communication Technology

Berharap dari TI

  • Posted: Monday, July 04, 2005
  • |
  • Author: pradhana
  • |
  • Filed under: My Column

Sesungguhnya, tak ada harapan lain yang dipinta dari pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kecuali membangun suatu harapan baru. Harapan yang memungkinkan kita, sebagai bangsa, memiliki visi jauh ke depan, yang secara bertahap bangsa ini akan dibawa ke suatu kehidupan yang lebih baik.

Kalau ditanya orang per orang, maka akan sangat banyak harapan yang dipikulkan di pundak pemerintah saat ini. Namun, meski tak mungkin menyelesaikan begitu banyak persoalan, ketertinggalan yang jauh dibandingkan negara-negara lain yang sejajar di Asia, namun setidaknya masa pemerintahan yang relatif singkat, yang diemban SBY saat ini, mestinya bisa memberikan orientasi yang lebih jelas arahnya, dan lebih nyata jejak langkahnya.

Ibarat benang kusut, memang tak mudah untuk menemukan suatu pangkal tempat bermula. Keterpurukan ekonomi yang parah, yang berdampak ekonomis pada, terutama lapisan masyarakat bawah yang, memang, sejak lama berada di posisi yang marjinal, tidak pada saat yang sama mendorong banyak orang untuk menyadarinya. Sebaliknya, bangsa ini semakin terasa kehilangan dimensi ”nilainya”, sehingga penyalahgunaan wewenang, jabatan dan kepercayaan semakin parah terjadi. Korupsi, sepertinya tak lagi malu-malu menampakkan dirinya dan melanda semakin banyak orang, di berbagai lapisan masyarakat, dari bawah hingga ke atas.

Bangsa ini seperti kehilangan orientasi, masyarakat semakin kehilangan panutan atau setidaknya orang-orang yang dapat diteladani, bukan semata-mata karena kesuciannya, tetapi sedikit saja lebih bijak, lebih jujur, dan lebih bisa menyadari ”keadaan dan kodisi” bangsanya saat ini. Masyarakat semakin berangan-angan, bahwa ketika terjadi bencana, misalnya, ada masyarakat bangsa yang mau bergandeng tangan membantu. Kalau pun tak dapat membantu, dengan alasan apapun, setidaknya tak membuat hidup mereka lebih buruk, karena hak-hak mereka tak semestinya disalahgunakan hanya untuk kepentingan sekelompok orang tertentu.

Dalam kondisi dimana korupsi telah sedemikian luas dilakukan, baik dalam skala kecil hingga besar dan sangat besar; dari kelas teri hingga kelas kakap; masyarakat semakin merindukan hadirnya orang-orang yang masih peduli untuk secara jujur dan rendah hati mau bergandeng tangan membangun bangsa ini. Meski kemauan saja tak lagi cukup, melainkan sangat diperlukan suatu sistem dan orang-orang yang rela untuk mengikuti sistem itu, dan bukan sebaliknya membangun sistem dan kemudian melanggannya – bahwa sistem dibuat memang untuk dilanggar, itulah selalu alasannya.

Kalau ada yang berpendapat bahwa bangsa ini harus memiliki suatu pemerintahan yang legitimate dan kuat, yang memiliki political will dalam membangun menuju suatu bangsa yang maju, yang lebih bernilai dan bermartabat, mungkin tak hanya cukup sampai di situ. Masih diperlukan suatu sistem – aturan, organisasi, perangkat hukum dan kesungguh-sungguhan dalam menerapkannya – yang didukung oleh mereka-mereka yang rela menjadi panutan bagi banyak orang lainnya.

”Kalau tak ada lagi orang yang dapat dan layak dijadikan panutan, maka jadikanlah dirimu sendiri menjadi panutan, setidaknya bagi lingkungan terkecil dalam kehidupanmu,” demikian Aa Gym sering menyampaikan dalam ceramahnya.

Aa Gym mungkin benar, karena ketika setiap masing-masingnya mau merelakan dirinya menjadi panutan, meski dalam skala kecil, maka akan semakin mungkin memunculkan suatu masyarakat yang lebih baik, yang akan mempengaruhi lingkungan yang lebih luas. Namun, pertanyaannya, kalaulah mudah untuk melakukan hal itu, mengapa hingga saat ini masih banyak orang yang mencari-cari orang lain untuk dijadikan panutan dan, bahkan, dirinya sendiri pun tak muncul sebagai panutan dalam lingkungan yang paling kecil sekalipun?

Apakah benar kita tidak lagi membutuhkan seorang panutan? Mungkin ya, mungkin tidak. Atau, mungkin kita tengah merindukan munculnya suatu bentuk ”pemaksaan’, baik oleh sistem maupun hukum, termasuk pemaksaan terhadap penerapan hukum itu secara sesungguhnya (law enforcement).

Pertanyaannya, siapa pula yang akan kita pilih untuk menjadi penegak dalam penerapan hukum itu sendiri? Mungkinkah kita menyerahkannya pada teknologi informasi (TI) untuk menjaga kita semua agar patuh dalam suatu sistem yang kaku, yang lebih sistemik dan logis, tetapi juga lebih jujur? Wallahu alam!

0 people have left comments

Commentors on this Post-